Kelelahan adalah hasil dari upaya pergerakan yang mencapai titik optimal. Sebuah usaha yang dilakukan tanpa henti, namun bisa juga berkelanjutan. Kelelahan adalah tapal batas ikhtiar seseorang yang menunjukkan batas kemampuannya. Kelelahan adalah ujung titik perjalanan dari satu titik permulaan di sisi lain.. Kelelahan adalah awal dari kebugaran. Kelelahan bukan tidak bisa terobati
Umar merasa gelisah. Sebagai Amirul Muminin dia harus mengambil tanggung jawab ini. Dan ketika Umar bin Khatab hendak pergi ke medan perang untuk memimpin kaum Muslimin menghadapi pasukan Persia. Para sahabat mencegah kepergian Umar. Abdurrahman bin Auf melarang kepergian Umar. “Sebaiknya engkau tetap berada di Madinah, kepergian engkau akan sangat berbahaya bagi keselamatanmu. Saat ini Islam sedang menghadapi hari-hari yang menentukan. Kirimlah seorang di antara kami untuk menghadapi pasukan Persia,” ujar Abudarrahman. Setelah melalui musyawarah, akhirnya diputuskan Saad bin Abi Waqqash yang menjadi pemimpin pasukan kaum Muslimin melawan pasukan Persia yang dipimpin oleh Jenderal Rustum.
Saad bin Malik Az-Zuhri, biasa dikenal dengan sebutan Saad bin Abi Waqqash, adalah paman Rasulullah saw dari pihak Ibu. Saad bergabung dalam barisan Islam saat berusia 17 tahun. Menurut suatu riwayat Saad berbaiat bersama dengan Abdurrahman bin Auf, Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka adalah para pionir ketika Islam baru terbit di langit Mekah.
Sebelum perang Qadisiyah meletus, perang melawan tentara Persia, Saad melakukan proses dialog dengan pihak Persia. Apakah mereka akan tunduk di bawah naungan Allah. Dialog pun terjadi:
“Sesungguhnya Allah telah memilih kami untuk membebaskan hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya dari pemujaan berhala kepada pengabdian kepada Allah. Dari memandang dunia secara sempit untuk memandangnya secara luas. Dari kezaliman pihak penguasa kepada keadilan Islam. Barang siapa yang mau menerima tentu kami terima dan kami biarkan mereka. Tapi siapa saja yang memerangi kami, tentu mereka kami perangi pula hingga kami mencapai apa yang dijanjikan Allah,” ucap utusan pasukan Islam.
“Apa yang dijanjikan Allah kepada kalian?”, tanya Rustum.
“Surga bagi kami yang mati syahid dan kemenangan bagi yang masih hidup,” jawab mereka.
Di mata Rasulullah saw, Saad memiliki keistimewaan, bukan karena dia paman Rasul. Setidaknya ada dua keistimewaan yang mengalir dalam diri Saad, yaitu panah dan doa. Saad adalah sahabat Rasulullah yang melepaskan busur panah pertama kali ke hadapan kafir Quraisy. Di waktu perang Uhud Rasulullah pernah berucap ”Panahlah hai Saad! Ibu bapakku menjadi jaminan.” Ali bin Abu Thalib menuturkan bahwa dia belum pernah mendengar Rasulullah menjadikan orang tuanya sebagai jaminan kecuali kepada Saad. Selama terjun dalam barisan jihad, panah Saad tidak pernah meleset satu pun dari sasaran kaum kafir. Keistimewaan lainnya adalah bila Saad berdoa maka doanya tidak pernah “meleset” (baca:selalu dikabulkan).
Perang tidak bisa dihindari. Saat perang mencapai puncaknya, saat itu juga Saad mengalami penyakit bisul disekujur tubuhnya. Jelas hal itu tidak menghalanginya. Perang pun pecah. Ada 30 ribu pasukan Islam dihadapan pasukan Persia yang berjumlah 100 ribu orang. Takbir menggema ke sudut-sudut padang pasir. Debu-debu beterbangan. Kaum Muslimin berhasil menyelimuti dan memporak-porandakan pasukan Persia.
Suatu ketika Saad berhadapan dengan peristiwa yang dilematis. Ibunya mengancam akan mogok makan dan minum jika Saad tetap memeluk Islam. Pada akhirnya sang Ibu melakukan niatannya. Saad bergeming. Rayuan menghampiri Saad ketika dia melihat kondisi sang ibu yang semakin parah dan kritis. Luluh hati Saad, tapi keimanan Saad telah menghujam jauh ke dasar hati. Lebih keras dari logam apapun di dunia ini. Lebih kuat dari batu apapun di alam semesta ini. Saad hanya berucap:
“Demi Allah, meski Ibu memiliki seratus nyawa, lalu keluar helai demi helai aku tidak akan meninggalkan agama ini,” ujar Saad. Peristiwa itu dikenang dalam Alquran surah Luqman:15.
Pasukan Persia masih menunjukkan kukunya. Meski mereka pontang-panting dalam perang Qadisiyah, masih ada serpihan-serpihan tentara Persia yang melakukan perlawanan. Dua tahun berikutnya dalam perang Madain (nama daerah di Irak) Saad kembali berhadapan dengan sisa tentara Persia. Sejarah telah mencatat bahwa pemimpin-pemimpin yang hebat tidak takut dengan perubahan. Mereka menganggap perubahan (hal baru) adalah suatu tantangan dan media meng-upgrade diri.
Pasukan Islam tidak saja berhadapan dengan tentara Persia, tapi juga harus menghadapi luas dan ganasnya Sungai Tigris. Ini adalah tantangan baru karena selama ini pasukan Islam belum pernah melalui air atau sungai. Besarnya keyakinan akan pertolongan dari Allah, mereka berhasil menundukkan sungai Tigris yang lebarnya seperti lautan. Mereka terjun ke sungai tidak jauh berbeda seperti mereka berjalan diatas padang pasir. Tidak ada tanda kelelahan di raut wajah mereka. Inilah karakter pemimpin besar yang tidak takut akan perubahan dihadapannya. Dan sekali lagi, Saad berhasil memadamkan api pemujaan di Persia untuk selamanya.
Saad bin Abi Waqqash adalah sahabat Rasulullah dari kalangan Muhajirin yang terakhir menutup usia. Saad terbenam pada usia 80 tahun. Allah menghendaki Saad wafat di atas ranjang bukan di medan perang. Namun hal itu tidak mengubah status syahidnya. Allah telah menyediakan ranjang terindah di surga-Nya untuk Saad. Ketika meninggal, hanya sehelai kain kusam yang menjadi kafannya. Kain itulah yang menjadi jirah (baju perang) saat menghadapi kaum kafir pada Perang Badar.
Selama menarik nafasnya di dunia, Saad tidak pernah sekerat pun memasukkan makanan haram ke dalam mulutnya. Lidah Saad terjaga dari kata-kata yang buruk. Hatinya senantiasa bersih dan tidak pernah menaruh dendam sedikit pun kepada orang lain. Dialah yang tidak pernah lelah di jalan dakwah hingga ujung usianya. Itulah amunisi Saad ketika membawa panji-panji Islam.
Wallahualam
sumber